Ekonomi global semakin tertata dengan adanya Global Value Chains (GVC) yang menyumbang peningkatan pangsa perdagangan internasional, Produk Domestik Bruto (PDB) Global, dan lapangan pekerjaan. Perkembangan GVC di berbagai sektor seperti elektronik, pakaian jadi, pariwisata, layanan jasa, dan komoditas, memiliki pengaruh yang signifikan dalam perdagangan global. Sistem produksi global adalah proses yang kompleks, dengan jutaan pekerja dan tempat kerja terintegrasi ke dalam beragam sistem lokal, nasional, regional, dan global (O’brien & Willams, 2016). Artikel ini akan menjelaskan bagaimana negara merespon perubahan dinamis sistem produksi global sejak munculnya pendekatan GVC. Selain itu, artikel ini juga akan mendiskusikan pengaruh territorial and network dynamics yang berlangsung pada skala global.
Cara kerja GVC memungkinkan seseorang untuk memahami bagaimana industri global diatur dengan memeriksa struktur dan dinamika berbagai aktor yang terlibat dalam bisnis perdagangan. GVC menjadi metodologi yang dapat digunakan untuk melacak pola pergeseran produksi global, menghubungkan aktivitas dan pelaku industri yang tersebar di berbagai belahan dunia, serta menentukan peran negara maju dan berkembang di sektor perdagangan internasional (Gereffi & Fernandez-Stark, 2011). Pendekatan GVC menganalisis ekonomi global dari dua sudut pandang yaitu top down dan bottom up. Gereffi (2011) mendeskripsikan konsep top down adalah ‘tata kelola’ rantai global yang berfokus pada perusahaan dan organisasi industri internasional, sedangkan bottom up yaitu strategi yang digunakan oleh negara, wilayah regional, dan pemangku kepentingan ekonomi lainnya untuk mempertahankan atau meningkatkan posisinya dalam ekonomi global (Gereffi, 2011).
Untuk merespon perubahan dinamis sistem produksi global sejak adanya GVC perlu melihat struktur produksi global ‘transnational corporation’ (TNC) memiliki andil yang cukup besar dalam penyebaran GVC ke negara-negara di dunia. Perubahan struktural dalam ekonomi global, kemudian transformasi bentuk organisasi dan strategi TNC, serta kebijakan pemerintah nasional disebabkan adanya globalisasi produksi (O’brien & Willams, 2016). Para pembuat kebijakan khususnya di negara-negara berkembang berusaha berpartisipasi ke dalam GVC untuk pembangunan ekonomi mereka. Agar dapat berpartisipasi dalam GVC, negara-negara memaksimalkan pemahaman mereka mengenai rantai produksi global, menganalisis mekanisme ekonomi pasar, serta mengidentifikasi kegagalan pasar yang kemudian menjadi evaluasi kebijakannya (Li, Meng, & Wang, 2019).
Di Indonesia kebijakan TNC untuk mendirikan pabriknya diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Kemenkeu, 2007). Dalam membuat kebijakan penanaman modal asing, negara-negara akan melihat kondisi komunitas lokal, karena mereka akan menggunakan sumber daya dari komunitas tersebut. Pemerintah Indonesia membuat peraturan yang ketat terhadap investasi asing, sedangkan ada negara-negara yang mengizinkan perusahaan asing beroperasi dengan leluasa seperti Singapura dan Hongkong (World Bank Group, 2020). Pemerintah suatu negara menggunakan peraturan nasional sebagai alat tawar-menawar agar TNC yang beroperasi di dalam negerinya selaras dengan tujuan nasional. Upaya pemerintah untuk mengatur kegiatan TNC dibawa ke politik internasional, host country, terutama negara berkembang mengusahakan aturan aktivitas perusahaan asing (Oatley, 2011).
Pemerintah juga membuat regulasi untuk mempengaruhi aktivitas TNC, seperti yang lazim dilakukan oleh pemerintah adalah mengharuskan kepemilikan saham mayoritas oleh pemegang saham lokal. Pemerintah juga membatasi jumlah keuntungan yang diperoleh oleh TNC, serta mengharuskan adanya transfer teknologi ke host country. Pemerintah membatasi keuntungan yang dapat diambil oleh TNC untuk memastikan bahwa sebagian besar keuntungan yang dihasilkan tetap di dalam negara dan berkontribusi pada perekonomian lokal. Ini bisa dilakukan melalui kebijakan pajak yang lebih tinggi, pengaturan harga, atau regulasi lainnya. Peraturan seperti ini dapat mengurangi eksodus keuntungan ke luar negeri dan memastikan bahwa operasi TNC memberikan manfaat ekonomi yang signifikan kepada negara tuan rumah.
Transfer teknologi diwajibkan untuk memastikan bahwa teknologi, pengetahuan, dan keahlian yang dimiliki oleh TNC dapat diakses oleh perusahaan lokal dan tenaga kerja di negara tuan rumah. Kemampuan teknologi dan kapasitas produksi lokal, mendorong pembangunan ekonomi jangka panjang, dan mengurangi ketergantungan pada perusahaan asing. Dengan membatasi keuntungan yang dapat diambil oleh TNC, pemerintah mungkin berusaha untuk mengkompensasi TNC dengan memberi mereka kesempatan untuk tetap beroperasi di pasar tersebut, asalkan mereka bersedia berbagi teknologi dan pengetahuan. Kedua kebijakan ini bekerja bersama-sama untuk memastikan bahwa kehadiran TNC tidak hanya menguntungkan perusahaan asing, tetapi juga mendorong pembangunan ekonomi domestik melalui keuntungan finansial yang diinvestasikan kembali dan peningkatan kapasitas teknologi lokal.
Pada awal penyebaran produksi transnasional dianggap sebagai cara Amerika Serikat menciptakan hegemoninya setelah Perang Dunia II, untuk mencukupi permintaan konsumen Amerika Serikat membuka perusahaan cabang di negara lain untuk mencari rantai pasokan yang paling efektif dan paling murah (Bernard, 1994). Kebijakan negara dalam melonggarkan investasi asing menuai perdebatan mengenai kekuasaan negara dan TNC. Globalisasi produksi telah menciptakan situasi di mana negara kehilangan sebagian otoritasnya yang digantikan oleh TNC di berbagai bidang. TNC sebagai pemilik modal dalam ekonomi politik global yang meningkatkan kemampuan mereka untuk mempengaruhi sistem politik. Ketika perusahaan umumnya dibatasi dalam peraturan undang-undang nasional, TNC mengandalkan negara untuk mewakili kepentingan mereka di tingkat internasional. Saat ini, TNC menjadi aktor penting dalam ekonomi politik global dan dapat diperdebatkan bahwa, terkadang, pengaruh mereka bisa lebih besar daripada negara (Stopford & Strange, 1991).
Negara tidak dapat menghindari keterlibatannya dalam GVC karena dunia sekarang sudah terglobalisasi dengan proses produksi sebagian besar telah terfragmentasi lintas batas negara (ADB & IsDB, 2019). 70% dari perdagangan internasional merupakan jual beli bahan mentah, suku cadang dan komponen. GVC telah membawa banyak manfaat kepada perusahaan untuk memaksimalkan produksi mereka secara efisien, serta mengakses pengetahuan dan modal di luar ekonomi domestik untuk mengembangkan bisnis mereka ke pasar baru (OECD, 2018). GVC juga telah memainkan peran penting dalam mengurangi kemiskinan dan memberikan kesempatan bagi negara berkembang untuk tumbuh dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju (World Bank, 2019).
Refererensi
AADB & IsDB. (2019). The Evolution of Indonesia’s Participation in Global Value Chains. Mandaluyong, Philippines: Asian Development Bank.
Bernard, M. (1994). Post-Fordism, Transnational Production and the Changing Global Political Economy. In R. Stubss, & G. Underhill, Political Economy and the Changing Global Order. Basingstoke: Macmillan.
Gereffi, G. (2011). Global Value Chains and International Competition. The Antitrust Buletin, 56(1), 37-56.
Gereffi, G., & Fernandez-Stark, K. (2011). Global Value Chain Analysis: A Primer. Center on Globalization Governance & Competitiveness, 2-34.
Kemenkeu. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia. Retrieved from Kemenkeu: https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2007/25TAHUN2007UU.HTM
Li, X., Meng, B., & Wang, Z. (2019). Recent patterns of global production and GVC participation. Geneva: Global Value Chain Development Report 2019.
McMicheal, P. (1996). Development and Social Change: A Global Perspective. Thousand Oaks, CA: Pine Forge.
Miroudot, S., & Nordstorm, H. (2019). Made in the World Revisited”. SCAS Applied Network Science Working Paper, 1-11.
O’brien, R., & Willams, M. (2016). Global Political Economy: Evolution & Dynamics 5th Edition. New York: Palgrave Macmillan.
OECD. (2018). Multinational Enterprises in the Global Economy: Heavily Debated but Hardly Measured. OECD Publishing.
Stopford, J., & Strange, S. (1991). Rival States, Rival Firms: Competition for World Market Shares. Cambridge: Cambridge University Press.
World Bank. (2019). World Development Report 2020: Trading for Development in the Age of Global Value Chains. Washington, DC: The World Bank.
World Bank Group. (2020). World Bank’s Doing Business Report:. Retrieved from World Bank Group: https://archive.doingbusiness.org/en/data/exploreeconomies/singapore